1
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ
مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا
كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ
وَالْاَرْحَامَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
Yā ayyuhan-nāsuttaqū
rabbakumul-lażī khalaqakum min nafsiw wāḥidatiw wa khalaqa minhā
zaujahā wa baṡṡa minhumā rijālan kaṡīraw wa nisā'ā(n), wattaqullāhal-lażī tasā'alūna bihī wal-arḥām(a), innallāha kāna ‘alaikum raqībā(n).
Wahai manusia,
bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam)
dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.143) Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling
meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu
menjaga dan mengawasimu.
Catatan
Kaki
143) Ayat ini menegaskan bahwa Nabi Adam a.s. dan
Hawa tidak diciptakan melalui proses evolusi hayati seperti makhluk hidup
lainnya, tetapi diciptakan secara khusus seorang diri, lalu diciptakanlah
pasangannya dari dirinya. Mekanismenya tidak dapat dijelaskan secara sains.
Selanjutnya, barulah anak-anaknya lahir dari proses biologis secara
berpasangan-pasangan sesuai kehendak-Nya.
2
وَاٰتُوا الْيَتٰمٰىٓ اَمْوَالَهُمْ وَلَا تَتَبَدَّلُوا
الْخَبِيْثَ بِالطَّيِّبِ ۖ وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَهُمْ اِلٰٓى
اَمْوَالِكُمْ ۗ اِنَّهٗ كَانَ حُوْبًا كَبِيْرًا
Wa ātul-yatāmā
amwālahum wa lā tatabaddalul-khabīṡa biṭ-ṭayyib(i), wa lā ta'kulū amwālahum ilā
amwālikum, innahū kāna ḥūban kabīrā(n).
Berikanlah kepada
anak-anak yatim (yang sudah dewasa) harta mereka. Janganlah kamu menukar yang
baik dengan yang buruk dan janganlah kamu makan harta mereka bersama hartamu.
Sesungguhnya (tindakan menukar dan memakan) itu adalah dosa yang besar.
3
وَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَانْكِحُوْا
مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ فَاِنْ خِفْتُمْ
اَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ ذٰلِكَ
اَدْنٰٓى اَلَّا تَعُوْلُوْاۗ
Wa in khiftum allā
tuqsiṭū fil-yatāmā fankiḥū mā ṭāba lakum minan-nisā'i maṡnā wa ṡulāṡa wa rubā‘(a), fa in
khiftum allā ta‘dilū fa wāḥidatan au mā malakat aimānukum, żālika adnā
allā ta‘ūlū.
Jika kamu khawatir
tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu
menikahinya), nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau
empat. Akan tetapi, jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil,
(nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang
demikian itu lebih dekat untuk tidak berbuat zalim.
4
وَاٰتُوا النِّسَاۤءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحْلَةً ۗ فَاِنْ طِبْنَ
لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوْهُ هَنِيْۤـًٔا مَّرِيْۤـًٔا
Wa ātun-nisā'a ṣaduqātihinna niḥlah(tan), fa in ṭibna lakum ‘an syai'im
minhu nafsan fa kulūhu hanī'am marī'ā(n).
Berikanlah mahar
kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan.
Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (mahar) itu dengan
senang hati, terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.
5
وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاۤءَ اَمْوَالَكُمُ الَّتِيْ جَعَلَ
اللّٰهُ لَكُمْ قِيٰمًا وَّارْزُقُوْهُمْ فِيْهَا وَاكْسُوْهُمْ وَقُوْلُوْا
لَهُمْ قَوْلًا مَّعْرُوْفًا
Wa lā tu'tus-sufahā'a
amwālakumul-latī ja‘alallāhu lakum qiyāmaw warzuqūhum fīhā waksūhum wa qūlū
lahum qaulam ma‘rūfā(n).
Janganlah kamu
serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang ada
dalam kekuasaan)-mu yang Allah jadikan sebagai pokok kehidupanmu. Berilah
mereka belanja dan pakaian dari (hasil harta) itu dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang baik.
6
وَابْتَلُوا الْيَتٰمٰى حَتّٰىٓ اِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَۚ فَاِنْ
اٰنَسْتُمْ مِّنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوْٓا اِلَيْهِمْ اَمْوَالَهُمْ ۚ وَلَا
تَأْكُلُوْهَآ اِسْرَافًا وَّبِدَارًا اَنْ يَّكْبَرُوْا ۗ وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا
فَلْيَسْتَعْفِفْ ۚ وَمَنْ كَانَ فَقِيْرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوْفِ ۗ
فَاِذَا دَفَعْتُمْ اِلَيْهِمْ اَمْوَالَهُمْ فَاَشْهِدُوْا عَلَيْهِمْ ۗ وَكَفٰى
بِاللّٰهِ حَسِيْبًا
Wabtalul-yatāmā ḥattā iżā balagun-nikāḥ(a), fa in ānastum
minhum rusydan fadfa‘ū ilaihim amwālahum, wa lā ta'kulūhā isrāfaw wa bidāran ay
yakbarū, wa man kāna ganiyyan falyasta‘fif, wa man kāna faqīran falya'kul
bil-ma‘rūf(i), fa iżā dafa‘tum ilaihim amwālahum fa asyhidū ‘alaihim, wa kafā
billāhi ḥasībā(n).
Ujilah anak-anak yatim
itu (dalam hal mengatur harta) sampai ketika mereka cukup umur untuk menikah.
Lalu, jika menurut penilaianmu mereka telah pandai (mengatur harta),
serahkanlah kepada mereka hartanya. Janganlah kamu memakannya (harta anak yatim)
melebihi batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (menghabiskannya)
sebelum mereka dewasa. Siapa saja (di antara pemelihara itu) mampu, maka
hendaklah dia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan siapa saja
yang fakir, maka bolehlah dia makan harta itu menurut cara yang baik. Kemudian,
apabila kamu menyerahkan harta itu kepada mereka, hendaklah kamu adakan
saksi-saksi. Cukuplah Allah sebagai pengawas.
7
لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدٰنِ
وَالْاَقْرَبُوْنَۖ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدٰنِ
وَالْاَقْرَبُوْنَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ اَوْ كَثُرَ ۗ نَصِيْبًا مَّفْرُوْضًا
Lir-rijāli naṣībum mimmā tarakal-wālidāni wal-aqrabūn(a), wa lin-nisā'i naṣībum mimmā tarakal-wālidāni wal-aqrabūna mimmā qalla minhu au kaṡur(a), naṣībam mafrūḍā(n).
Bagi laki-laki ada hak
bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya dan bagi perempuan
ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya,
baik sedikit maupun banyak, menurut bagian yang telah ditetapkan.
8
وَاِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ اُولُوا الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى
وَالْمَسٰكِيْنُ فَارْزُقُوْهُمْ مِّنْهُ وَقُوْلُوْا لَهُمْ قَوْلًا مَّعْرُوْفًا
Wa iżā ḥaḍaral-qismata ulul-qurbā wal-yatāmā wal-masākīnu
farzuqūhum minhu wa qūlū lahum qaulam ma‘rūfā(n).
Apabila (saat)
pembagian itu hadir beberapa kerabat,144) anak-anak yatim,
dan orang-orang miskin, berilah mereka sebagian dari harta itu145) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.
Catatan
Kaki
144) Maksudnya adalah kerabat yang tidak mempunyai
hak waris dari harta warisan.
145) Pemberian sekadarnya
tidak boleh lebih dari sepertiga harta warisan.
9
وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً
ضِعٰفًا خَافُوْا عَلَيْهِمْۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا
سَدِيْدًا
Walyakhsyal-lażīna lau
tarakū min khalfihim żurriyyatan ḍi‘āfan khāfū ‘alaihim,
falyattaqullāha walyaqūlū qaulan sadīdā(n).
Hendaklah merasa takut
orang-orang yang seandainya (mati) meninggalkan setelah mereka, keturunan yang
lemah (yang) mereka khawatir terhadapnya. Maka, bertakwalah kepada Allah dan
berbicaralah dengan tutur kata yang benar (dalam hal menjaga hak-hak
keturunannya).
10
اِنَّ الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ اَمْوَالَ الْيَتٰمٰى ظُلْمًا
اِنَّمَا يَأْكُلُوْنَ فِيْ بُطُوْنِهِمْ نَارًا ۗ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيْرًا ࣖ
Innal-lażīna ya'kulūna
amwālal-yatāmā ẓulman innamā ya'kulūna fī buṭūnihim nārā(n), wa sayaṣlauna sa‘īrā(n).
Sesungguhnya
orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu
menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang
menyala-nyala (neraka).
11
يُوْصِيْكُمُ اللّٰهُ فِيْٓ اَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ
الْاُنْثَيَيْنِ ۚ فَاِنْ كُنَّ نِسَاۤءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا
مَا تَرَكَ ۚ وَاِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ ۗ وَلِاَبَوَيْهِ
لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ اِنْ كَانَ لَهٗ وَلَدٌ ۚ
فَاِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهٗ وَلَدٌ وَّوَرِثَهٗٓ اَبَوٰهُ فَلِاُمِّهِ الثُّلُثُ ۚ
فَاِنْ كَانَ لَهٗٓ اِخْوَةٌ فَلِاُمِّهِ السُّدُسُ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ
يُّوْصِيْ بِهَآ اَوْ دَيْنٍ ۗ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْۚ لَا تَدْرُوْنَ
اَيُّهُمْ اَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ
كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا
Yūṣīkumullāhu fī aulādikum liż-żakari miṡlu ḥaẓẓil-unṡayain(i), fa in kunna nisā'an fauqaṡnataini fa lahunna ṡuluṡā mā tarak(a), wa in kānat wāḥidatan fa lahan-niṣf(u), wa li abawaihi likulli wāḥidim minhumas-sudusu
mimmā taraka in kāna lahū walad(un), fa illam yakul lahū waladuw wa wariṡahū abawāhu fa li'ummihiṡ-ṡuluṡ(u), fa in kāna lahū ikhwatun fa
li'ummihis-sudusu mim ba‘di waṣiyyatiy yūṣī bihā au dain(in),
ābā'ukum wa abnā'ukum, lā tadrūna ayyuhum aqrabu lakum naf‘ā(n), farīḍatam minallāh(i), innallāha kāna ‘alīman ḥakīmā(n).
Allah mensyariatkan
(mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu)
bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.146) Jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari
dua, bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak
perempuan) itu seorang saja, dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan).
Untuk kedua orang tua, bagian masing-masing seperenam dari harta yang
ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang
meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua orang tuanya
(saja), ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa
saudara, ibunya mendapat seperenam. (Warisan tersebut dibagi) setelah
(dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan dilunasi) utangnya. (Tentang) orang
tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih
banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sesungguhnya Allah adalah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Catatan
Kaki
146) Bagian laki-laki adalah dua kali bagian
perempuan karena kewajiban laki-laki lebih berat daripada perempuan, seperti
kewajiban membayar maskawin dan memberi nafkah (lihat surah an-Nisā’ [4]: 34).
12
۞ وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ اَزْوَاجُكُمْ اِنْ لَّمْ يَكُنْ
لَّهُنَّ وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا
تَرَكْنَ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْنَ بِهَآ اَوْ دَيْنٍ ۗ وَلَهُنَّ
الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّكُمْ وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَ
لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِّنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ
تُوْصُوْنَ بِهَآ اَوْ دَيْنٍ ۗ وَاِنْ كَانَ رَجُلٌ يُّوْرَثُ كَلٰلَةً اَوِ
امْرَاَةٌ وَّلَهٗٓ اَخٌ اَوْ اُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُۚ فَاِنْ
كَانُوْٓا اَكْثَرَ مِنْ ذٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاۤءُ فِى الثُّلُثِ مِنْۢ بَعْدِ
وَصِيَّةٍ يُّوْصٰى بِهَآ اَوْ دَيْنٍۙ غَيْرَ مُضَاۤرٍّ ۚ وَصِيَّةً مِّنَ
اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَلِيْمٌۗ
Wa lakum niṣfu mā taraka azwājukum illam yakul lahunna walad(un), fa in kāna
lahunna waladun fa lakumur-rubu‘u mimmā tarakna mim ba‘di waṣiyyatiy yūṣīna bihā au dain(in), wa lahunnar-rubu‘u mimmā
taraktum illam yakul lakum walad(un), fa in kāna lakum waladun fa lahunnaṡ-ṡumunu mimmā taraktum mim ba‘di waṣiyyatiy tūṣūna bihā au dain(in), wa in kāna rajuluy yūraṡu kalālatan awimra'atuw wa lahū akhun au ukhtun fa likulli wāḥidatim minhumas-sudus(u), fa in kānū akṡara min żālika fa hum syurakā'u fiṡ-ṡuluṡi mim ba‘di waṣiyyatiy yūṣā bihā au dain(in), gaira muḍārr(in), waṣiyyatam minallāh(i), wallāhu ‘alīmun ḥalīm(un).
Bagimu (para suami)
seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak
mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, kamu mendapat
seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang
mereka buat atau (dan setelah dibayar) utangnya. Bagi mereka (para istri)
seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu
mempunyai anak, bagi mereka (para istri) seperdelapan dari harta yang kamu
tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar)
utang-utangmu. Jika seseorang, baik laki-laki maupun perempuan, meninggal dunia
tanpa meninggalkan ayah dan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki
(seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), bagi masing-masing dari kedua
jenis saudara itu seperenam harta. Akan tetapi, jika mereka (saudara-saudara
seibu itu) lebih dari seorang, mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga
itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar)
utangnya dengan tidak menyusahkan (ahli waris).147) Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Penyantun.
Catatan
Kaki
147) Menyusahkan ahli waris dapat terjadi dengan
melakukan tindakan-tindakan seperti mewasiatkan lebih dari sepertiga harta
peninggalan dan memberikan wasiat dengan maksud mengurangi harta warisan,
meskipun kurang dari sepertiga harta warisan.
13
تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ ۗ وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ
يُدْخِلْهُ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَا ۗ
وَذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ
Tilka ḥudūdullāh(i), wa may yuṭi‘illāha wa rasūlahū
yudkhilhu jannātin tajrī min taḥtihal-anhāru khālidīna fīhā, wa
żālikal-fauzul-‘aẓīm(u).
Itu adalah batas-batas
(ketentuan) Allah. Siapa saja yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia akan
memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.
(Mereka) kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang sangat besar.
14
وَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَيَتَعَدَّ حُدُوْدَهٗ
يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيْهَاۖ وَلَهٗ عَذَابٌ مُّهِيْنٌ ࣖ
Wa may ya‘ṣillāha wa rasūlahū wa yata‘adda ḥudūdahū yudkhilhu nāran
khālidan fīhā, wa lahū ‘ażābum muhīn(un).
Siapa saja yang
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya serta melanggar batas-batas ketentuan-Nya,
niscaya Dia akan memasukkannya ke dalam api neraka. (Dia) kekal di dalamnya.
Baginya azab yang menghinakan.
15
وَالّٰتِيْ يَأْتِيْنَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِّسَاۤىِٕكُمْ
فَاسْتَشْهِدُوْا عَلَيْهِنَّ اَرْبَعَةً مِّنْكُمْ ۚ فَاِنْ شَهِدُوْا
فَاَمْسِكُوْهُنَّ فِى الْبُيُوْتِ حَتّٰى يَتَوَفّٰىهُنَّ الْمَوْتُ اَوْ
يَجْعَلَ اللّٰهُ لَهُنَّ سَبِيْلًا
Wal-lātī ya'tīnal-fāḥisyata min nisā'ikum fastasyhidū ‘alaihinna arba‘atam minkum, fa
in syahidū fa amsikūhunna fil-buyūti ḥattā yatawaffāhunnal-mautu
au yaj‘alallāhu lahunna sabīlā(n).
Para wanita yang
melakukan perbuatan keji148) di antara wanita-wanita kamu, maka
mintalah kesaksian atas (perbuatan keji)-nya dari empat orang di antara kamu.
Apabila mereka telah memberikan kesaksian, tahanlah mereka (para wanita itu)
dalam rumah sampai mereka menemui ajal atau sampai Allah memberi jalan (yang
lain) kepadanya.149)
Catatan
Kaki
148) Kata keji dalam ayat ini berarti perbuatan
zina. Akan tetapi, menurut pendapat lain, kata ini mencakup juga perbuatan
mesum yang lain, seperti hubungan sejenis dan yang semisalnya. 149) Yang dimaksud dengan jalan yang lain adalah dengan turunnya
surah an-Nūr (24): 2 tentang hukum dera.
16
وَالَّذٰنِ يَأْتِيٰنِهَا مِنْكُمْ فَاٰذُوْهُمَا ۚ فَاِنْ تَابَا
وَاَصْلَحَا فَاَعْرِضُوْا عَنْهُمَا ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ تَوَّابًا رَّحِيْمًا
Wal-lażāni ya'tiyānihā
minkum fa āżūhumā, fa in tābā wa aṣlaḥā fa a‘riḍū ‘anhumā, innallāha kāna tawwābar raḥīmā(n).
(Jika
ada) dua orang di antara kamu yang melakukannya (perbuatan keji), berilah
hukuman kepada keduanya. Jika keduanya bertobat dan memperbaiki diri,
biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penerima tobat lagi Maha
Penyayang.
17
اِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللّٰهِ لِلَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ
السُّوْۤءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوْبُوْنَ مِنْ قَرِيْبٍ فَاُولٰۤىِٕكَ يَتُوْبُ
اللّٰهُ عَلَيْهِمْ ۗ وَكَانَ اللّٰهُ عَلِيْمًا حَكِيْمًا
Innamat-taubatu
‘alallāhi lil-lażīna ya‘malūnas-sū'a bijahālatin ṡumma yatūbūna min qarībin
fa ulā'ika yatūbullāhu ‘alaihim, wa kānallāhu ‘alīman ḥakīmā(n).
Sesungguhnya tobat
yang pasti diterima Allah itu hanya bagi mereka yang melakukan keburukan karena
kebodohan, kemudian mereka segera bertobat. Merekalah yang Allah terima
tobatnya. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
18
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ السَّيِّاٰتِۚ
حَتّٰىٓ اِذَا حَضَرَ اَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ اِنِّيْ تُبْتُ الْـٰٔنَ وَلَا
الَّذِيْنَ يَمُوْتُوْنَ وَهُمْ كُفَّارٌ ۗ اُولٰۤىِٕكَ اَعْتَدْنَا لَهُمْ
عَذَابًا اَلِيْمًا
Wa laisatit-taubatu
lil-lażīna ya‘malūnas-sayyi'āt(i), ḥattā iżā ḥaḍara aḥadahumul-mautu qāla
innī tubtul-āna wa lal-lażīna yamūtūna wa hum kuffār(un), ulā'ika a‘tadnā lahum
‘ażāban alīmā(n).
Tidaklah tobat itu
(diterima Allah) bagi orang-orang yang melakukan keburukan sehingga apabila
datang ajal kepada seorang di antara mereka, (barulah) dia mengatakan, “Saya
benar-benar bertobat sekarang.” Tidak (pula) bagi orang-orang yang meninggal
dunia, sementara mereka di dalam kekufuran. Telah Kami sediakan azab yang
sangat pedih bagi mereka.
19
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ
تَرِثُوا النِّسَاۤءَ كَرْهًا ۗ وَلَا تَعْضُلُوْهُنَّ لِتَذْهَبُوْا بِبَعْضِ
مَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اِلَّآ اَنْ يَّأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ
وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ
تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا
Yā ayyuhal-lażīna
āmanū lā yaḥillu lakum an tariṡun-nisā'a karhā(n), wa lā ta‘ḍulūhunna litażhabū
biba‘ḍi mā ātaitumūhunna illā ay ya'tīna bifāḥisyatim mubayyinah(tin), wa ‘āsyirūhunna bil-ma‘rūf(i), fa in
karihtumūhunna fa ‘asā an takrahū syai'aw wa yaj‘alallāhu fīhi khairan kaṡīrā(n).
Wahai orang-orang yang
beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa.150) Janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil
kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila
mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Pergaulilah mereka dengan cara yang
patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (bersabarlah) karena boleh jadi kamu
tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak di
dalamnya.
Catatan
Kaki
150) Ayat ini tidak mengandung arti kebolehan
menjadikan istri sebagai warisan seperti harta, meskipun tidak dengan paksaan.
Menurut tradisi jahiliah, anak tertua atau anggota keluarganya yang lain dapat
mewarisi janda yang ditinggal wafat ayahnya.
20
وَاِنْ اَرَدْتُّمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَّكَانَ زَوْجٍۙ
وَّاٰتَيْتُمْ اِحْدٰىهُنَّ قِنْطَارًا فَلَا تَأْخُذُوْا مِنْهُ شَيْـًٔا ۗ
اَتَأْخُذُوْنَهٗ بُهْتَانًا وَّاِثْمًا مُّبِيْنًا
Wa in arattumustibdāla
zaujim makāna zauj(in), wa ātaitum iḥdāhunna qinṭāran falā ta'khużū minhu syai'ā(n), ata'khużūnahū buhtānaw wa iṡmam mubīnā(n).
Jika kamu ingin
mengganti istri dengan istri yang lain, sedangkan kamu telah memberikan kepada
salah seorang di antara mereka harta yang banyak (sebagai mahar), janganlah
kamu mengambilnya kembali sedikit pun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali
dengan cara dusta dan dosa yang nyata?
21
وَكَيْفَ تَأْخُذُوْنَهٗ وَقَدْ اَفْضٰى بَعْضُكُمْ اِلٰى بَعْضٍ
وَّاَخَذْنَ مِنْكُمْ مِّيْثَاقًا غَلِيْظًا
Wa kaifa ta'khużūnahū
wa qad afḍā ba‘ḍukum ilā ba‘ḍiw wa akhażna minkum mīṡāqan galīẓā(n).
Bagaimana kamu akan
mengambilnya (kembali), padahal kamu telah menggauli satu sama lain (sebagai
suami istri) dan mereka pun (istri-istrimu) telah membuat perjanjian yang kuat
(ikatan pernikahan) denganmu?
22
وَلَا تَنْكِحُوْا مَا نَكَحَ اٰبَاۤؤُكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ
اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً وَّمَقْتًاۗ وَسَاۤءَ سَبِيْلًا
ࣖ
Wa lā tankiḥū mā nakaḥa ābā'ukum minan-nisā'i illā mā qad salaf(a),
innahū kāna fāḥisyataw wa maqtā(n), wa sā'a sabīlā(n).
Janganlah kamu
menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayahmu, kecuali (kejadian pada
masa) yang telah lampau. Sesungguhnya (perbuatan) itu sangat keji dan dibenci
(oleh Allah) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).
23
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهٰتُكُمْ وَبَنٰتُكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ
وَعَمّٰتُكُمْ وَخٰلٰتُكُمْ وَبَنٰتُ الْاَخِ وَبَنٰتُ الْاُخْتِ وَاُمَّهٰتُكُمُ
الّٰتِيْٓ اَرْضَعْنَكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَاُمَّهٰتُ
نِسَاۤىِٕكُمْ وَرَبَاۤىِٕبُكُمُ الّٰتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِّنْ نِّسَاۤىِٕكُمُ
الّٰتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّۖ فَاِنْ لَّمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا
جُنَاحَ عَلَيْكُمْ ۖ وَحَلَاۤىِٕلُ اَبْنَاۤىِٕكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ
اَصْلَابِكُمْۙ وَاَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْاُخْتَيْنِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ
اِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ۔
Ḥurrimat ‘alaikum ummahātukum wa banātukum wa
akhawātukum wa ‘ammātukum wa khālātukum wa banātul-akhi wa banātul-ukhti wa
ummahātukumul-lātī arḍa‘nakum wa akhawātukum minar-raḍā‘ati wa ummahātu nisā'ikum wa rabā'ibukumul-lātī fī ḥujūrikum min nisā'ikumul-lātī dakhaltum bihinn(a), fa illam takūnū
dakhaltum bihinna falā junāḥa ‘alaikum, wa ḥalā'ilu abnā'ikumul-lażīna
min aṣlābikum, wa an tajma‘ū bainal-ukhtaini illā mā
qad salaf(a), innallāha kāna gafūrar raḥīmā(n).
Diharamkan atas kamu
(menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu,
saudara-saudara perempuan ayahmu, saudara-saudara perempuan ibumu, anak-anak perempuan
dari saudara laki-lakimu, anak-anak perempuan dari saudara perempuanmu, ibu
yang menyusuimu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu istri-istrimu
(mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam
pemeliharaanmu151) dari istri yang telah kamu campuri,
tetapi jika kamu belum bercampur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan),
tidak berdosa bagimu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak
kandungmu (menantu), dan (diharamkan pula) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua
perempuan yang bersaudara, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Catatan
Kaki
151) Yang dimaksud dengan ibu pada awal ayat ini
adalah ibu, nenek, dan seterusnya ke atas, sedangkan anak perempuan adalah anak
perempuan, cucu perempuan, dan seterusnya ke bawah. Yang dimaksud dengan
anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu, menurut sebagian besar ulama,
mencakup anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya.
24
۞ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ النِّسَاۤءِ اِلَّا مَا مَلَكَتْ
اَيْمَانُكُمْ ۚ كِتٰبَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ ۚ وَاُحِلَّ لَكُمْ مَّا وَرَاۤءَ
ذٰلِكُمْ اَنْ تَبْتَغُوْا بِاَمْوَالِكُمْ مُّحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسٰفِحِيْنَ ۗ
فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهٖ مِنْهُنَّ فَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ فَرِيْضَةً
ۗوَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهٖ مِنْۢ بَعْدِ
الْفَرِيْضَةِۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا
Wal-muḥṣanātu minan-nisā'i illā mā malakat aimānukum, kitāballāhi
‘alaikum, wa uḥilla lakum mā warā'a żālikum an tabtagū bi'amwālikum
muḥṣinīna gaira musāfiḥīn(a), famastamta‘tum bihī minhunna fa ātūhunna ujūrahunna farīḍah(tan), wa lā junāḥa ‘alaikum fīmā tarāḍaitum bihī mim ba‘dil-farīḍah(ti), innallāha kāna
‘alīman ḥakīmā(n).
(Diharamkan
juga bagi kamu menikahi) perempuan-perempuan yang bersuami, kecuali hamba
sahaya perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki152) sebagai ketetapan Allah atas kamu. Dihalalkan bagi kamu
selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu, yakni kamu mencari (istri)
dengan hartamu (mahar) untuk menikahinya, bukan untuk berzina. Karena
kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah kepada mereka
imbalannya (maskawinnya) sebagai suatu kewajiban. Tidak ada dosa bagi kamu
mengenai sesuatu yang saling kamu relakan sesudah menentukan kewajiban (itu).153) Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.
Catatan
Kaki
152) Maksudnya adalah hamba sahaya perempuan yang
dimiliki karena tertawan. Sementara itu, suaminya tidak ikut tertawan
bersamanya (lihat surah an-Nisā’ [4]: 3). 153) Maksudnya adalah
bahwa istri boleh tidak menuntut suaminya untuk membayar sebagian atau keseluruhan
maskawin yang telah ditetapkan atau suami membayar lebih dari maskawin yang
telah ditetapkannya.
25
وَمَنْ لَّمْ يَسْتَطِعْ مِنْكُمْ طَوْلًا اَنْ يَّنْكِحَ
الْمُحْصَنٰتِ الْمُؤْمِنٰتِ فَمِنْ مَّا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ مِّنْ
فَتَيٰتِكُمُ الْمُؤْمِنٰتِۗ وَاللّٰهُ اَعْلَمُ بِاِيْمَانِكُمْ ۗ بَعْضُكُمْ
مِّنْۢ بَعْضٍۚ فَانْكِحُوْهُنَّ بِاِذْنِ اَهْلِهِنَّ وَاٰتُوْهُنَّ
اُجُوْرَهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ مُحْصَنٰتٍ غَيْرَ مُسٰفِحٰتٍ وَّلَا مُتَّخِذٰتِ
اَخْدَانٍ ۚ فَاِذَآ اُحْصِنَّ فَاِنْ اَتَيْنَ بِفَاحِشَةٍ فَعَلَيْهِنَّ نِصْفُ
مَا عَلَى الْمُحْصَنٰتِ مِنَ الْعَذَابِۗ ذٰلِكَ لِمَنْ خَشِيَ الْعَنَتَ
مِنْكُمْ ۗ وَاَنْ تَصْبِرُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ࣖ
Wa mal lam yastaṭi‘ minkum ṭaulan ay yankiḥal-muḥṣanātil-mu'mināti fa mim mā malakat aimānukum min fatayātikumul-mu'mināt(i),
wallāhu a‘lamu bi'īmānikum, ba‘ḍukum mim ba‘ḍ(in), fankiḥūhunna bi'iżni ahlihinna wa ātūhunna ujūrahunna bil-ma‘rūfi muḥṣanātin gaira musāfiḥātiw wa lā muttakhiżāti
akhdān(in), fa iżā uḥṣinna fa in ataina bifāḥisyatin fa ‘alaihinna niṣfu mā ‘alal-muḥṣanāti minal-‘ażāb(i), żālika limay khasyial-‘anata minkum, wa an
taṣbirū khairul lakum, wallāhu gafūrur raḥīm(un).
Siapa di antara kamu
yang tidak mempunyai biaya untuk menikahi perempuan merdeka yang mukmin (boleh
menikahi) perempuan mukmin dari para hamba sahaya yang kamu miliki. Allah lebih
tahu tentang keimananmu. Sebagian kamu adalah sebagian dari yang lain
(seketurunan dari Adam dan Hawa). Oleh karena itu, nikahilah mereka dengan izin
keluarga (tuan) mereka dan berilah mereka maskawin dengan cara yang pantas,
dalam keadaan mereka memelihara kesucian diri, bukan pezina dan bukan (pula)
perempuan yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya. Apabila mereka
telah berumah tangga (bersuami), tetapi melakukan perbuatan keji (zina),
(hukuman) atas mereka adalah setengah dari hukuman perempuan-perempuan merdeka
(yang tidak bersuami). Hal itu (kebolehan menikahi hamba sahaya) berlaku bagi
orang-orang yang takut terhadap kesulitan (dalam menghindari zina) di antara
kamu. Kesabaranmu lebih baik bagi kamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
26
يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيُبَيِّنَ لَكُمْ وَيَهْدِيَكُمْ سُنَنَ
الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَيَتُوْبَ عَلَيْكُمْ ۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
Yurīdullāhu
liyubayyina lakum wa yahdiyakum sunanal-lażīna min qablikum wa yatūba ‘alaikum,
wallāhu ‘alīmun ḥakīm(un).
Allah hendak
menerangkan (syariat-Nya) kepadamu, menunjukkan kepadamu berbagai jalan
(kehidupan) orang yang sebelum kamu (para nabi dan orang-orang saleh), dan
menerima tobatmu. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
27
وَاللّٰهُ يُرِيْدُ اَنْ يَّتُوْبَ عَلَيْكُمْ ۗ وَيُرِيْدُ
الَّذِيْنَ يَتَّبِعُوْنَ الشَّهَوٰتِ اَنْ تَمِيْلُوْا مَيْلًا عَظِيْمًا
Wallāhu yurīdu ay
yatūba ‘alaikum, wa yurīdul-lażīna yattabi‘ūnasy-syahawāti an tamīlū mailan ‘aẓīmā(n).
Allah hendak menerima
tobatmu, sedangkan orang-orang yang mengikuti hawa nafsu menghendaki agar kamu
berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran).
28
يُرِيْدُ اللّٰهُ اَنْ يُّخَفِّفَ عَنْكُمْ ۚ وَخُلِقَ
الْاِنْسَانُ ضَعِيْفًا
Yurīdullāhu ay
yukhaffifa ‘ankum, wa khuliqal-insānu ḍa‘īfā(n).
Allah hendak
memberikan keringanan kepadamu dan manusia diciptakan (dalam keadaan) lemah.
29
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ
بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ
ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
Yā ayyuhal-lażīna
āmanū lā ta'kulū amwālakum bainakum bil-bāṭili illā an takūna tijāratan
‘an tarāḍim minkum, wa lā taqtulū anfusakum, innallāha
kāna bikum raḥīmā(n).
Wahai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak
benar), kecuali berupa perniagaan atas dasar suka sama suka di antara kamu.
Janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.
30
وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ عُدْوَانًا وَّظُلْمًا فَسَوْفَ
نُصْلِيْهِ نَارًا ۗوَكَانَ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرًا
Wa may yaf‘al żālika
‘udwānaw wa ẓulman fa saufa nuṣlīhi nārā(n), wa kāna żālika ‘alallāhi yasīrā(n).
Siapa yang berbuat
demikian dengan cara melanggar aturan dan berbuat zalim kelak Kami masukkan dia
ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
31
اِنْ تَجْتَنِبُوْا كَبَاۤىِٕرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ
عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُّدْخَلًا كَرِيْمًا
In tajtanibū kabā'ira
mā tunhauna ‘anhu nukaffir ‘ankum sayyi'ātikum wa nudkhilkum mudkhalan
karīmā(n).
Jika kamu menjauhi
dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang (mengerjakan)-nya, niscaya
Kami menghapus kesalahan-kesalahanmu dan Kami memasukkanmu ke tempat yang mulia
(surga).
32
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللّٰهُ بِهٖ بَعْضَكُمْ عَلٰى
بَعْضٍ ۗ لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوْا ۗ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ
مِّمَّا اكْتَسَبْنَ ۗوَسْـَٔلُوا اللّٰهَ مِنْ فَضْلِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ
بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا
Wa lā tatamannau mā faḍḍalallāhu bihī ba‘ḍakum ‘alā ba‘ḍ(in), lir-rijāli naṣībum mimmaktasabū, wa
lin-nisā'i naṣībum mimmaktasabn(a), was'alullāha min faḍlih(ī), innallāha kāna bikulli syai'in ‘alīmā(n).
Janganlah kamu
berangan-angan (iri hati) terhadap apa yang telah dilebihkan Allah kepada
sebagian kamu atas sebagian yang lain. Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang
mereka usahakan dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka
usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mengetahui segala sesuatu.
33
وَلِكُلٍّ جَعَلْنَا مَوَالِيَ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدٰنِ
وَالْاَقْرَبُوْنَ ۗ وَالَّذِيْنَ عَقَدَتْ اَيْمَانُكُمْ فَاٰتُوْهُمْ
نَصِيْبَهُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدًا ࣖ
Wa likullin ja‘alnā
mawāliya mimmā tarakal-wālidāni wal-aqrabūn(a), wal-lażīna ‘aqadat aimānukum fa
ātūhum naṣībahum, innallāha kāna ‘alā kulli syai'in syahīdā(n).
Bagi setiap (laki-laki
dan perempuan) Kami telah menetapkan para ahli waris atas apa yang ditinggalkan
oleh kedua orang tuanya dan karib kerabatnya. Orang-orang yang kamu telah
bersumpah setia dengan mereka, berikanlah bagian itu kepada mereka.
Sesungguhnya Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.
34
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ
بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ
فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗوَالّٰتِيْ
تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ
وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا
ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا
Ar-rijālu qawwāmūna
‘alan-nisā'i bimā faḍḍalallāhu ba‘ḍahum ‘alā ba‘ḍiw wa bimā anfaqū min amwālihim, faṣ-ṣāliḥātu qānitātun ḥāfiẓātul lil-gaibi bimā ḥafiẓallāh(u), wal-lātī takhāfūna nusyūzahunna fa ‘iẓūhunna wahjurūhunna fil-maḍāji‘i waḍribūhunn(a), fa in aṭa‘nakum falā tabgū ‘alaihinna
sabīlā(n), innallāha kāna ‘aliyyan kabīrā(n).
Laki-laki (suami)
adalah penanggung jawab154) atas para perempuan (istri) karena Allah
telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain
(perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
hartanya. Perempuan-perempuan saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan
menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada karena Allah telah menjaga (mereka).
Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz,155) berilah mereka nasihat, tinggalkanlah mereka di tempat
tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu,) pukullah mereka (dengan cara yang
tidak menyakitkan). Akan tetapi, jika mereka menaatimu, janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi
lagi Maha Besar.
Catatan
Kaki
154) Sebagai kepala keluarga, suami bertanggung
jawab untuk melindungi, mengayomi, mengurusi, dan mengupayakan kemaslahatan
keluarga. 155) Maksud nusyuz adalah perbuatan seorang istri
meninggalkan kewajibannya, seperti meninggalkan rumah tanpa rida suaminya.
35
وَاِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوْا حَكَمًا مِّنْ
اَهْلِهٖ وَحَكَمًا مِّنْ اَهْلِهَا ۚ اِنْ يُّرِيْدَآ اِصْلَاحًا يُّوَفِّقِ
اللّٰهُ بَيْنَهُمَا ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا خَبِيْرًا
Wa in khiftum syiqāqa
bainihimā fab‘aṡū ḥakamam min ahlihī wa ḥakamam min ahlihā, iy yurīdā iṣlāḥay yuwaffiqillāhu bainahumā, innallāha kāna ‘alīman khabīrā(n).
Jika kamu (para wali)
khawatir terjadi persengketaan di antara keduanya, utuslah seorang juru damai
dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika
keduanya bermaksud melakukan islah (perdamaian), niscaya Allah memberi taufik
kepada keduanya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.
36
۞ وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا
وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّبِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ
وَالْجَارِ ذِى الْقُرْبٰى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْۢبِ
وَابْنِ السَّبِيْلِۙ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ
مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُوْرًاۙ
Wa‘budullāha wa lā
tusyrikū bihī syai'aw wa bil-wālidaini iḥsānaw wa biżil-qurbā
wal-yatāmā wal-masākīni wal-jāri żil-qurbā wal-jāril-junubi waṣ-ṣāḥibi bil-jambi
wabnis-sabīl(i), wa mā malakat aimānukum, innallāha lā yuḥibbu man kāna mukhtālan fakhūrā(n).
Sembahlah Allah dan
janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Berbuat baiklah
kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak ya tim, orang-orang miskin,
tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnusabil, serta hamba sahaya
yang kamu miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong lagi
sangat membanggakan diri.
37
ۨالَّذِيْنَ يَبْخَلُوْنَ وَيَأْمُرُوْنَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ
وَيَكْتُمُوْنَ مَآ اٰتٰىهُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ وَاَعْتَدْنَا
لِلْكٰفِرِيْنَ عَذَابًا مُّهِيْنًاۚ
Al-lażīna yabkhalūna
wa ya'murūnan-nāsa bil-bukhli wa yaktumūna mā ātāhumullāhu min faḍlih(ī), wa a‘tadnā lil-kāfirīna ‘ażābam muhīnā(n).
(Yaitu)
orang-orang yang kikir, menyuruh orang (lain) berbuat kikir, dan menyembunyikan
karunia yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka. Kami telah menyediakan
untuk orang-orang kafir itu azab yang menghinakan.
38
وَالَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ رِئَاۤءَ النَّاسِ وَلَا
يُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْاٰخِرِ ۗ وَمَنْ يَّكُنِ الشَّيْطٰنُ
لَهٗ قَرِيْنًا فَسَاۤءَ قَرِيْنًا
Wal-lażīna yunfiqūna
amwālahum ri'ā'an-nasi wa lā yu'minūna billāhi wa lā bil-yaumil ākhir(i), wa
may yakunisy-syaiṭānu lahū qarīnan fasā'a qarīnā(n).
(Allah
juga tidak menyukai) orang-orang yang menginfakkan hartanya karena riya kepada
orang (lain) dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula)
kepada hari Akhir. Siapa yang menjadikan setan sebagai temannya, (ketahuilah
bahwa) dia adalah seburuk-buruk teman.
39
وَمَاذَا عَلَيْهِمْ لَوْ اٰمَنُوْا بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ
الْاٰخِرِ وَاَنْفَقُوْا مِمَّا رَزَقَهُمُ اللّٰهُ ۗوَكَانَ اللّٰهُ بِهِمْ
عَلِيْمًا
Wa māżā ‘alaihim lau
āmanū billāhi wal-yaumil-ākhiri wa anfaqū mimmā razaqahumullāh(u), wa kānallāhu
bihim ‘alīmā(n).
Apa ruginya bagi
mereka seandainya mereka beriman kepada Allah dan hari Akhir serta menginfakkan
sebagian rezeki yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka? Allah adalah Maha
Mengetahui (keadaan) mereka.
40
اِنَّ اللّٰهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ ۚوَاِنْ تَكُ
حَسَنَةً يُّضٰعِفْهَا وَيُؤْتِ مِنْ لَّدُنْهُ اَجْرًا عَظِيْمًا
Innallāha lā yaẓlimu miṡqāla żarrah(tin), wa in taku ḥasanatay yuḍā‘ifhā wa yu'ti mil ladunhu ajran ‘aẓīmā(n).
Sesungguhnya Allah
tidak akan menzalimi (seseorang) walaupun sebesar zarah. Jika (sesuatu yang
sebesar zarah) itu berupa kebaikan, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan
memberikan pahala yang besar dari sisi-Nya.